Hari itu hujan turun tanpa ampun. Tapi tak lama kemudian matahari tampak tersenyum cerah. Setelah itu hujan kembali tanda tidak mau kalah. Siklus cuaca hari itu benar-benar membuat lelah. Tapi kami sedang tidak ingin mengalah, membiarkan diri tersiram dinginnya hujan dan terbakar sinar matahari. Membulatkan tekad menempuh jalan yang sebelumnya tidak pernah dilalui. Sibuk mencari papan penunjuk jalan memastikan bahwa kami tidak kehilangan arah. Begitu gembira saat sudah sampai ke tempat tujuan.
Perasaan senang akan sebuah kejutan adalah yang diharapkan. Senyum
tersungging ketika terjadi pertemuan. Tapi semua tinggal angan ketika beberapa
jam berlalu tanpa kepastian. Aku hanya bisa diam sambil memandang angin yang berhembus semakin kencang. Suara hujan yang kembali turun tanpa ampun menjadi latar cerita yang memilukan. Anehnya butiran-butiran kecil itu masih sanggup tertahan di kelopak mata,
hanya bisa menarik nafas dalam tanpa jeda. Berpikir mungkin kesibukan membuatmu
tak punya waktu untuk bicara.
Kami memutuskan kembali sebelum badai semakin tak
terkendali. Aku pulang dengan kehampaan dan kesakitan tak terperi. Rasa sakit ini melebihi sakitnya tetesan hujan yang menghantam diri bertubi-tubi. Aku berharap apa yang baru saja aku alami hanyalah
mimpi. Tidak ada kabar hingga tengah malam, aku memilih untuk
mengistirahatkan pikiran.
Keesokan harinya saat sebuah alasan terlontar dalam sebuah kalimat menyakitkan. Seketika harapan itu padam. Aku sadar bahwa rasaku dan rasamu kini sudah tidak sejalan. Saat itulah airmata tumpah tanpa beban. Aku menikmati setiap tetesannya dalam ratapan kepedihan. Ohh hujan, tidakkah kau ingin kembali? Memainkan lagu kesedihan, tentang rasa yang menguap tanpa arti. Saat lidah belum sempat mengutarakan isi hati.
Hari-hari berikutnya tidaklah menjadi lebih baik. Aku
memilih berkawan dengan sepi. Menjauhkan diri dari keramaian sekitar. Menolak membagi kesedihan atau kegembiraan. Tidak sanggup mengunjungi tempat-tempat penuh kenangan. Tertawa tapi tidak bahagia, tersenyum
namun merasa hampa. Melewatkan banyak hal menyenangkan, sibuk berkutat dengan
kesendirian.
Ketika tersadar aku telah melakukan banyak hal tidak
berguna. Menyesali keputusan Tuhan adalah sia-sia. Memilih mengetuk pintu sang Pemilik Rasa. Menginginkan kenangan kita tak
ternoda, aku hanya mengingat peristiwa-peristiwa bahagia. Jika semesta menginginkan maka Tuhan akan
memberi jalan. Jika bersamamu adalah sebuah kebaikan maka tak akan ada lagi
rintangan. Namun jika sebaliknya, maka Tuhan akan menggantimu dengan sosok lain
yang bisa membuat bahagia melebihi apa yang pernah kamu hadirkan. Biarlah waktu
menjadi penawar akan perasaan yang pernah Tuhan titipkan. Terima kasih telah
memberiku pelajaran, bahwa rasa harus diperjuangkan namun jangan terlalu
dipaksakan jika itu bukan kehendak Tuhan.
Setiap kali hujan datang, hati ini selalu mengingatmu dalam lantunan doa panjang. Semoga kebahagiaan selalu menjadi milik kita, meski sudah tak lagi bersama.
0 komentar:
Posting Komentar